penngbc – Pendaki dan musisi multitalenta Fiersa Besari bersama rombongan timnya berhasil dievakuasi dari Puncak Carstensz (4.884 mdpl) setelah terjebak cuaca ekstrem selama 48 jam di jalur pendakian. Operasi penyelamatan yang melibatkan tim gabungan SAR, pemandu lokal, dan helikopter ini menjadi sorotan publik, mengingat medan Carstensz Pyramid yang dikenal sebagai salah satu Seven Summits paling berbahaya di dunia.
Target Seven Summits dan Tantangan Papua
Fiersa Besari, yang sebelumnya telah menaklukkan beberapa gunung tinggi seperti Kilimanjaro dan Aconcagua, memasukkan Carstensz Pyramid dalam daftar Seven Summits-nya. Gunung di Papua ini terkenal dengan tebing batu kapur vertikal, jalur via ferrata (rantai besi), dan cuaca tak terduga. Rombongan berangkat pada 1 September 2024 dengan 6 anggota, termasuk 2 pemandu lokal dari suku Dani.
Kronologi Krisis: Cuaca Ekstrem dan Jebakan Salju
Pada hari ke-5 pendakian, tim terpaksa berhenti di ketinggian 4.200 mdpl akibat badai salju dan angin berkecepatan 80 km/jam1. Suhu turun hingga -15°C, menyebabkan 2 anggota mengalami gejala hipotermia. Upaya komunikasi via radio satelit terhambat oleh badai, sehingga tim baru bisa memberi sinyal darurat 24 jam kemudian.
Operasi Evakuasi: Kolaborasi Tim Darat dan Udara
Tim SAR Basarnas Papua bekerja sama dengan TNI AU mengerahkan helikopter Super Puma untuk evakuasi udara. Namun, medan curam dan awan rendah memaksa proses dilakukan secara bertahap:
- Pendakian Darurat: 4 anggota tim SAR mendaki dari base camp dengan membawa perlengkapan medis.
- Evakuasi Bertahap: Dua anggota kritis diangkat via longline rescue (tali gantung helikopter), sementara Fiersa dan lainnya diturunkan lewat jalur darat dengan bantuan pemandu.
- Risiko Tinggi: Satu helikopter nyaris terjebak downdraft (arus udara turun) di tebing Timur Carstensz.
Respons Fiersa: “Kami Hanya Bisa Bersyukur”
Dalam konferensi pers di Jakarta, Fiersa mengungkapkan rasa syukur: “Kami sadar Carstensz bukan main-main. Terima kasih kepada tim penyelamat yang mempertaruhkan nyawa. Ini pengingat bahwa alam bisa lebih kuat dari segalanya.” Ia juga mengkritik minimnya infrastruktur darurat di jalur pendakian Papua.
Analisis Ahli: Pelajaran untuk Pendaki Seven Summits
Menurut Andika Pratama, ahli pendakian ekstrem, insiden ini menyoroti tiga kesalahan fatal:
- Underestimate Laporan Cuaca: Rombongan tetap melanjutkan pendakian meski ada peringatan badai dari BMKG.
- Keterbatasan Logistik: Tim hanya membawa 4 tabung oksigen darurat untuk 6 orang.
- Ketergantungan Teknologi: Alat komunikasi gagal berfungsi di kondisi ekstrem.
Kemenangan Tim SAR dan Peringatan untuk Petualang
Evakuasi Fiersa Besari bukan sekadar kisah survival, tapi juga bukti profesionalisme tim SAR Indonesia dalam menghadapi medan paling ekstrem. Namun, insiden ini seharusnya menjadi alarm bagi pendaki untuk memperketat persiapan logistik, riset cuaca, dan kerja sama dengan pemandu lokal. Seperti kata pepatah pendakian: “Summits are optional, returning is mandatory” – mencapai puncak adalah pilihan, pulang selamat adalah kewajiban.