penngbc – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan penghapusan syarat ambang batas atau presidential threshold 20 persen dalam pencalonan presiden. Putusan ini menjadi tonggak baru dalam demokrasi Indonesia, mengingat gugatan serupa telah ditolak sebanyak 32 kali sebelumnya.

Putusan bersejarah ini diambil dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna. Mereka menggugat Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

Dalam amar putusannya, Ketua MK Suhartoyo menyatakan, “Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.” Putusan ini juga memerintahkan agar norma tersebut dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.

MK menghapus ambang batas pencalonan presiden karena aturan ini dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat. Selain itu, aturan tersebut juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945. Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menjelaskan bahwa ambang batas pencalonan berapapun besarnya telah bertentangan dengan prinsip dasar konstitusi negara.

MK juga mempertimbangkan bahwa pemilihan presiden yang berjalan selama ini didominasi oleh partai peserta pemilu tertentu, yang berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih untuk mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden. Jika ambang batas ini terus dipertahankan, MK khawatir muncul kecenderungan pemilihan presiden hanya diikuti oleh dua pasangan calon, bahkan calon tunggal seperti yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah.

mk-hapus-presidential-threshold-buka-peluang-lebih-banyak-calon-presiden

Putusan ini disambut dengan antusias oleh berbagai pihak. Ketua Harian DPP PKB, Ais Syafiah Asfar, mengapresiasi putusan MK ini sebagai kemenangan bagi partai politik dan warga sipil. Dengan penghapusan ambang batas pencalonan presiden, partai politik ke depannya akan bebas mencalonkan presiden dan wakil presiden tanpa ambang batas, sehingga masyarakat akan disuguhkan dengan lebih banyak opsi calon.

Gugun El Guyanie, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, menyebut putusan ini sebagai putusan monumental yang membuka ruang partisipasi publik yang sangat bermakna. Empat mahasiswa yang menjadi pemohon dalam gugatan ini adalah mahasiswa berprestasi yang aktif dalam komunitas pemerhati konstitusi dan telah mempublikasikan artikel-artikel ilmiah di beberapa jurnal ilmiah.

Putusan MK menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen adalah langkah signifikan dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Dengan putusan ini, diharapkan kualitas demokrasi di Indonesia akan lebih baik, dengan meningkatnya partisipasi publik dan kebebasan partai politik dalam mencalonkan presiden dan wakil presiden.