Jagat media sosial kembali ramai dengan tagar #TolakRUUTNI. Tagar ini merajai trending topic di berbagai platform, terutama Twitter (X), setelah beredar kabar bahwa revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) mengandung pasal-pasal kontroversial yang dianggap membuka jalan bagi kembalinya dwifungsi militer. Warganet pun bereaksi keras dan menyuarakan penolakan mereka secara masif.
Apa Itu RUU TNI dan Kenapa Ramai Dibahas?
RUU TNI yang tengah dibahas oleh pemerintah dan DPR ini merupakan revisi dari UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Salah satu poin yang paling disorot dalam revisi ini adalah adanya kemungkinan TNI bisa kembali menduduki jabatan-jabatan sipil di pemerintahan tanpa harus pensiun terlebih dahulu. Bagi banyak orang, ini mengingatkan pada masa Orde Baru, ketika militer memiliki peran ganda—tidak hanya sebagai alat pertahanan negara, tetapi juga turut campur dalam politik dan pemerintahan.
Situs Trisula88
Banyak yang khawatir, jika aturan ini disahkan, maka Indonesia akan kembali ke era di mana militer memiliki kontrol besar atas berbagai aspek kehidupan bernegara. Padahal, pascareformasi 1998, dwifungsi militer telah dihapus demi menjaga demokrasi yang lebih sehat.
Reaksi Warganet: “Jangan Mundur ke Orba!”
Tak butuh waktu lama bagi warganet untuk bereaksi. Dengan cepat, tagar #TolakRUUTNI membanjiri linimasa. Banyak dari mereka yang mengingatkan bahwa reformasi yang telah diperjuangkan selama ini jangan sampai sia-sia hanya karena revisi undang-undang yang dianggap berpotensi mengembalikan kekuasaan militer ke ranah sipil.
Salah satu akun menulis:
“Kita nggak boleh lupa sejarah! Dwifungsi militer itu berbahaya buat demokrasi. Reformasi jangan sampai mundur! #TolakRUUTNI”
Akun lain juga mengungkapkan kekhawatiran serupa:
“Rakyat udah capek-capek reformasi 1998 biar militer nggak ikut-ikutan dalam urusan sipil. Kok sekarang malah mau dikembalikan? #TolakRUUTNI”
Tak hanya di media sosial, beberapa tokoh dan aktivis demokrasi juga angkat bicara. Mereka menilai revisi ini berpotensi melemahkan sistem demokrasi yang sudah dibangun pasca-Orde Baru. Bahkan, beberapa akademisi dan pakar hukum menilai bahwa revisi ini melanggar semangat reformasi.
Pemerintah dan DPR Diminta Transparan
Gelombang penolakan ini juga diiringi dengan desakan agar pemerintah dan DPR lebih transparan dalam membahas revisi UU TNI. Banyak yang menilai bahwa pembahasan aturan ini cenderung dilakukan secara tertutup, tanpa melibatkan partisipasi publik yang memadai. Padahal, undang-undang yang berkaitan dengan militer dan pemerintahan seharusnya dibahas secara terbuka agar tidak menimbulkan kecurigaan dari masyarakat.
Beberapa aktivis mendesak agar revisi ini dikaji ulang dengan lebih mempertimbangkan suara publik. Mereka menilai bahwa jika aturan ini tetap dipaksakan, maka kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dan DPR bisa semakin menurun.
Apa Selanjutnya?
Hingga saat ini, belum ada keputusan final terkait RUU TNI. Namun, melihat derasnya penolakan dari masyarakat, bukan tidak mungkin pemerintah akan meninjau ulang beberapa pasal yang dianggap kontroversial. Yang jelas, suara warganet dan masyarakat sipil tetap harus didengar agar demokrasi di Indonesia tetap berjalan sesuai dengan prinsip yang telah diperjuangkan selama ini.
Bagi yang ingin terus mengawal isu ini, pantau terus berita dan pastikan untuk tetap kritis terhadap kebijakan yang berpotensi mengancam demokrasi. Jangan sampai kita mundur ke belakang!
Bagaimana pendapatmu tentang revisi UU TNI ini? Apakah kamu setuju atau justru khawatir dengan dampaknya? Yuk, diskusi di kolom komentar!