penngbc.com – Ketegangan antara Israel dan Hizbullah kembali meningkat, memicu kekhawatiran akan eskalasi konflik yang dapat melibatkan lebih banyak pihak di kawasan Timur Tengah. Dalam beberapa pekan terakhir, bentrokan di perbatasan dan serangan saling balas telah menjadi hal yang umum, mengingat sejarah panjang antara kedua belah pihak yang telah berlangsung selama lebih dari 40 tahun.
Konflik antara Israel dan Hizbullah dimulai sejak tahun 1982, ketika Israel melancarkan invasi besar-besaran ke Lebanon dalam operasi yang dikenal sebagai “Operasi Perdamaian untuk Galilea.” Tujuan dari operasi tersebut adalah untuk mengusir kelompok Palestina yang berbasis di Lebanon dan menghancurkan pengaruh PLO (Organisasi Pembebasan Palestina). Namun, intervensi ini memicu kemarahan rakyat Lebanon, yang kemudian mengarah pada lahirnya Hizbullah sebagai kelompok perlawanan.
Hizbullah, yang didirikan dengan dukungan dari Iran dan Suriah, berkomitmen untuk melawan kehadiran Israel di Lebanon. Sejak saat itu, kedua belah pihak terlibat dalam berbagai konflik bersenjata, termasuk Perang Lebanon pada tahun 2006, yang menewaskan ribuan orang dan menyebabkan kerusakan besar di kedua sisi perbatasan.
Krisis terkini dimulai pada bulan Agustus 2024, ketika bentrokan terjadi di perbatasan Israel-Lebanon, mengakibatkan korban jiwa dan cedera di kedua belah pihak. Hizbullah mengklaim bahwa mereka menanggapi serangan Israel yang menargetkan pos-pos militan di Lebanon, sementara Israel menuduh Hizbullah melakukan provokasi dengan serangan roket.
Menyusul serangan tersebut, Israel memperkuat posisi militernya di perbatasan dan melancarkan serangkaian serangan udara terhadap target-target yang dianggap sebagai infrastruktur militer Hizbullah. Dalam responsnya, Hizbullah bersumpah untuk membalas setiap agresi Israel, menjadikan situasi semakin tegang.
Masyarakat internasional mengamati dengan cermat perkembangan terbaru dalam konflik ini. Negara-negara Barat dan sekutu-sekutu regional menyerukan kedua belah pihak untuk menahan diri dan menghindari eskalasi lebih lanjut. PBB juga telah meningkatkan kehadirannya di wilayah tersebut untuk memantau situasi dan mencegah terjadinya bentrokan lebih lanjut.
“Situasi ini berpotensi menjadi sangat berbahaya, tidak hanya bagi Israel dan Hizbullah, tetapi juga bagi seluruh kawasan Timur Tengah,” ungkap seorang analis politik Timur Tengah, Dr. Fatima Al-Hassan. “Perang yang berkepanjangan ini telah menyebabkan banyak penderitaan, dan tidak ada pihak yang benar-benar bisa menang.”
Perang bayangan antara Israel dan Hizbullah juga terus berlanjut di berbagai bidang, termasuk intelijen dan operasi militer tersembunyi. Israel diketahui melakukan serangan terhadap berbagai target yang dianggap sebagai ancaman, termasuk konvoi senjata dan fasilitas produksi senjata yang terkait dengan Hizbullah.
Hizbullah, di sisi lain, terus meningkatkan kemampuan militernya dengan dukungan dari Iran, memperkuat posisinya di Lebanon dan menjalin hubungan lebih erat dengan kelompok-kelompok militan lain di kawasan. Keberadaan drone, peluncur roket, dan senjata canggih lainnya semakin memperumit situasi dan meningkatkan risiko pertempuran skala besar.
Konflik antara Israel dan Hizbullah yang telah berlangsung selama lebih dari 40 tahun kini memasuki fase baru yang berpotensi lebih berbahaya. Sejarah panjang peperangan, provokasi, dan ketegangan menciptakan sebuah siklus yang sulit diputus. Dengan situasi yang semakin memanas, penting bagi masyarakat internasional untuk mendorong dialog dan diplomasi demi mencapai perdamaian yang langgeng di kawasan yang telah lama dilanda konflik ini. Terusnya perang bayangan dan ketidakpastian dapat menyebabkan konsekuensi serius tidak hanya bagi Israel dan Lebanon, tetapi juga bagi stabilitas regional secara keseluruhan.